Rabu, 25 Januari 2012

Penelitian ilmuwan temukan 'emosi duka simpanse'


Inilah temuan baru para ilmuwan yang kemudian dipublikasikan di Current Biologi. Penelitian dari temuan itu ternyata simpanse mempunyai perasaan ekstra dan butuh waktu untuk melupakan kematian kerabatnya. Konon diyakini kalau hanya manusialah benar-benar berduka ketika orang yang dicintainya meninggal.

Temuan ini lewat sebuah video rekaman saat-saat terakhir dari seekor simpanse betina tua dalam kelompok kecil binatang di sebuah taman safari Inggris.

“Fenomena beberapa kemampuan manusia seperti logika, kemampuan berbahasa, menggunakan peralatan, variasi budaya, dan kesadaran diri dianggap diciptakan berbeda dari spesies lain. Tetapi ilmu pengetahuan telah memberikan bukti bahwa perbedaan itu tidak sejauh yang dulu dipikirkan orang.” Begitulah siaran pers Dr James Anderson dari Universitas Stirling, Inggris, tentang temuannya itu.

“Tentang bagaimana simpanse menanggapi kematiannya dan kerabatnya yang sekarat adalah fenomena psikologis lain. Kesadaran simpanse tentang kematian mungkin lebih tinggi dari yang sering diperkirakan. Hal itu ditunjukkan melalui fenomena seperti pengenalan pada diri sendiri dan empati terhadap simpanse lainnya.

“Secara historis, induk simpanse diketahui membawa bayi mereka yang mati”, kata Anderson. Beberapa orang memperoleh kesempatan menyaksikan respon simpanse saat menghadapi kematiannya sendiri dan kematian kerabat dewasa terdekatnya.

Simpanse ketika menyaksikan kematian pasangan perempuannya dalam kebanyakan kasus ditemukan berlawanan dengan suasana hiruk pikuk yang traomatik. Dari temuan itu menunjukkan kebanyakan dari mereka tenang.” Kata Anderson menjelaskan.

Laporan para peneliti dalam siaran persnya, pada hari-hari terakhir menjelang kematian simpanse, kelompok tersebut tetap tenang dan memberikan perhatian padanya. Tepat sebelum kematiannya, anggota kelompoknya sangat dekat dan mempedulikannya. Mungkin memastikan apakah benar-benar tidak ada tanda kehidupan. Setelah kematian itu, kelompok itu meninggalkannya, tapi anak betina dewasanya kembali dan menungguinya sepanjang malam.

Ketika petugas safari memindahkan tubuh induk simpanse itu keesokan harinya, kelompok simpanse itu tetap tenang. Selama beberapa hari mereka menghindari tidur pada para-para dimana simpanse betina itu mati. Meskipun sebelumnya itu tempat tidur favorit.

“Secara umum, kami menemukan beberapa kesamaan diantara perilaku simpanse betina yang sekarat dan perilaku mereka setelah kematiannya, dengan beberapa reaksi manusia ketika mengalami hal yang sama. Walaupun tentunya simpanse tidak memiliki agama atau ritual yang berkaitan dengan kematian”, kata Anderson.

Dalam penelitian lainnya, Dr Dora Boro dari Universitas Oxford bersama rekan-rekannya mengamati kematian dari lima anggota keluarga simpanse. Dua di antaranya adalah bayi komunitas simpanse yang telah dipelajari para peneliti selama lebih dari 30 tahun di sekitar hutan Bossou, Guenia.

“Dua simpanse yang mati itu disimpulkan disebabkan oleh penyakit pernafasan seperti flu. Dalam setiap kasus, pengamatan kami menunjukkan respon yang luar biasa oleh induk simpanse terhadap kematian tersebut. Mereka terus membawa mayat simpanse itu hingga berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan setelah kematiannya”, Kata Boro dalam keterangan persnya.

Selama waktu itu, mayat-mayat sepenuhnya dibuat mumi. Para induk simpanse itu merawatnya seolah-olah mengharap bayinya hidup kembali. Mereka merawat dan membawa pulang ke sarangnya. Bahkan membiarkan anggota mereka dalam kelompoknya semakin mempedulikannya. Misalnya saudaranya yang diijinkan membawa keluar dan bermain dengan mayat-mayat itu.

“Bagaimana mereka melihat kematian adalah sebuah pertanyaan yang menarik”, kata Biro. Ada sedikit data tentang tanggapan simpanse terhadap pelepasan kekerabatan atau hubungan individu di lingkungan cagar atau di alam bebas. Pengamatan para peneliti menegaskan adanya ikatan yang  sangat kuat antara induk dan keturunan mereka yang masih dapat bertahan hidup. Bahkan setelah kematian anak bayinya, para peneliti itu berupaya menjelaskan lebih jauh tentang kemampuan ‘mengerti’ dari simpanse dan pengaruh kematian kerabat atau kelompok dekatnya.

Sumber: Epochtimes Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.